Sekularisasi politik



SEKULARISASI POLITIK
A.Pengertian Sekularisasi
Istilah sekularisasi dan sekularisme pertama kali digunakan oleh seorang penulis inggris George Holyoake pada tahun 1846.Secara etimologi, sekularisasi dan sekularisme berasal dari kata latin saeculum yang mepunyai arti ruang dan waktu.Ruang diartikan sebagai sifat keduniawian, dan waktu sebagai masa kini atau sekarang.
Selanjutnya Holyoake berpendapat bahwa “Secularism is an ethical syistem founded on the principle of natural morality and independent of revealed relogion or supranaturalism.”Definisi lain diberikan oleh Oemar Bakry yang berpendapat bahwa “Scularism is the view that the influence of religious organization should be reduced as much as possible, and that morality and education should be separated from religion.”
1.Pendapat tokoh
                Bung Karno justru berpendapat bahwa yang bisa menjadi perekat kebangsaan adalah sekularisme. Karena sekularisme akan memberi peluang bagi hidupnya kelompok- kelompok masyarakat untuk dapat berkembang, tetapi tetap bersatu. Karena itu, maka sekularisme, tidak bisa tidak, selalu berhimpitan dengan paham kebangsaan.  
                penolakan terhadap sekularisme itu tidak hanya di- lakukan oleh kalangan cendekiawan Muslim, tetapi juga di kalangan elite Kristen. Seorang pendeta Protestan terkemuka  pernah mengemukakan persepsinya mengenai sekularisme, bahwa sekularisme adalah suatu paham yang ingin menjauh- kan masyarakat dan negara dari Tuhan dan agama. Paling tidak memang ada bukti sejarah, bahwa melalui sekularisme, negara menjadi curiga bahkan anti agama.
Sekularisme dibutuhkan untuk menjamin kebebasan beragama. Dalam hal ini sekularisme meng- inginkan agar negara tidak melakukan intervensi dan pengaturan kehidupan beragama. Karena itulah maka sekularisme, sebagaimana dianjurkan oleh sosiolog AS, Talcott Parson, ingin menempatkan agama di ruang publik yang bebas dari intervensi agama, yaitu di wilayah masyarakat warga atau civil society.
B.Perbedaan sekularisasi dan sekularisme
Sekularisasi dan sekularisme berasal dari kata yang sama, yaitu saeculum. Namun, keduanya menempati arti yang berbeda. Akan lebih jelasnya, mari kita coba simak definisi yang diberikan Talcott Parsons mengenai sekularisasi. Parsons mengatakan bahwa “Sekularisasi merupakan konsekuensi dari proses deferensiansi struktural masyarakat, yang berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam karakter orientasi religius, akan tetapi tidak mendasari hilangnya kekuatan nilai-nilai religius tersebut”.
Dari definisi Parsons ini, bisa kita ambil satu kata kunci, yaitu “konsekuensi”. Hal inilah yang membedakan kalau kita bandngkan dengan definisi sekularisme sebelumnya. Kalau sekularisme berbentuk aliran, paham atau pandangan, sedangkan sekularisasi merupakan sebuah proses yang niscaya terjadi.


C. Sekulerisme diberbagai bidang
  1. Pengaruh sekularisme di bidang aqidah
Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri,1997). Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal manusia. Termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah). 

Altwajri memberi contoh penentangan para pemikir Barat terhadap faham keagamaan yang paling fundamental di bidang aqidah adalah ditandai dengan munculnya berbagai aliran pemikiran seperti: pemikiran Marxisme, Eksistensialisme, Darwinisme, Freudianisme dsb., yang memisahkan diri dari ide-ide metafisik dan spiritual tertentu, termasuk gejala keagamaan. Pandangan pemikiran seperti ini akhirnya membentuk pemahaman baru berkaitan dengan hakikat manusia, alam semesta dan kehidupan ini, yang berbeda secara diametral dengan faham keagamaan yang ada. Mereka mengingkari adanya Pencipta, sekaligus tentu saja mengingkari misi utama Pencipta menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Mereka lebih suka menyusun sendiri, melogikakannya sediri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang telah disusun dengan rapi.

  1. Pengaruh sekularisme di bidang pengaturan kehidupan
Pengaruh dari sekularisme tidak hanya berhenti pada aspek yang paling mendasar (aqidah) tersebut, tetapi terus merambah pada aspek pengaturan kehidupan lainnya dalam rangka untuk menyelesaikan segenap persoalan kehidupan yang akan mereka hadapi. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari ikrar mereka untuk membebaskan diri dari Tuhan dan aturan-aturanNya. Sebagai contoh sederhana yang dapat dikemukakan penulis adalah
a.Di bidang pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, yang dianggap sebagai pelopor pemikiran modern dalam bidang politik adalah Niccola Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai tertinggi adalah yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan dipersempit menjadi nilai kemasyhuran, kemegahan dan kekuasaan belaka. Agama hanya diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang dikandung agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Disamping itu muncul pula para pemikir demokrasi seperti John Locke, Montesquieu dll. yang mempunyai pandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan konstitusional yang mampu membatasi dan membagi kekuasaan sementara dari mayoritas, yang dapat melindungi kebebasan segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini kemudian melahirkan tradisi pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik yang melindungi kebebasan individu dan kelompok, yang didalamnya terdapat ruang bagi masyarakat sipil dan ruang privat yang independen dan terlepas dari kontrol negara (Widodo, 2004). Konsep demokrasi itu kemudian dirumuskan dengan sangat sederhana dan mudah oleh Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya tahun 1863 sebagai: “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” (Roberts & Lovecy, 1984).

b.     Di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori ekonominya berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia seperti ini tidak negatif, tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Setiap orang yang menginginkan laba dalam jangka panjang (artinya serakah), tidak akan menaikkan harga di atas tingkat harga pasar (Deliarnov, 1997).

c.       Di bidang sosiologi
Dalam bidang sosiologi, muncul pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dsb. Sosiologi ingin berangangkat untuk memahami bagaimana masyarakat bisa berfungsi dan mengapa orang-orang mau menerima kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial dan tempat individu di dalamnya (Osborne & Loon, 1999). Dari sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan rekayasa sosial dapat lebih mudah dan leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus ‘pasrah’ dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan sebagai ‘ketentuan-ketentuan’ Tuhan.

d.      Di bidang pengamalan agama
Dalam pengamalan agama-pun ada prinsip sekularisme yang amat terkenal yaitu faham pluralisme agama yang memiliki tiga pilar utama (Audi, 2002), yaitu: prinsip kebebasan, yaitu negara harus memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam batasan-batasan tertentu); prinsip kesetaraan, yaitu negara tidak boleh memberikan pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain; prinsip netralitas, yaitu negara harus menghindarkan diri pada suka atau tidak suka pada agama.
Dari prinsip pluralisme agama inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus dipandang sama, memiliki kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam area yang paling pribagi, yaitu dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.

3.    Pengaruh sekularisme di bidang akademik
Di bidang akademik, kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari kategorisasi filsafat yang mereka kembangkan yang mencakup tiga pilar utama pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu, yaitu pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat etika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat estetika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan indah atau jelek. 

Jika kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup dalam pembahasan filsafat tersebut, maka kita dapat memahami bahwa sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia, bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam lingkup moral dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan pembahasan ilmiah (benar atau salah). 

Dari prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berbagai kaidah metodologi ilmiahnya yang semakin mapan dan tersusun rapi, untuk menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan yang lebih maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula, pandangan-pandangan dasar berkaitan dengan aqidah maupun pengaturan kehidupan manusia sebagaimana telah diuraikan di atas, semakin berkembang, kokoh dan tak terbantahkan karena telah terbungkus dengan kedok ilmiah tersebut.
D.Bahaya sekularisme Politik
Maklumat  bertema “Restorasi Pancasila” tanggal 30-31 Mei 2006 di FISIP UI menegaskan bahwa Pancasila bukanlah agama dan tak satu agamapun yang berhak memonopoli kehidupan yang dibangun berdasarkan pancasila. Saat rezim Orde Lama dan Orde Baru ada usaha untuk menjauhkan pancasila dari agama,  di Zaman Orde Baru  Pancasila juga dijadikan sebagai asas tunggal dalam pembangunan dengan tafsiran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila  dan tidak boleh ada tafsiran lain. Pada akhir Orde Baru, Presiden Soeharto mulai mengisi Pancasila dengan ajaran Islam.
Pancasila tampaknya tidak akan diganti oleh kekuatan politik yang berkuasa dalam lintas sejaran Indonesia. Tapi karena rumusan yang sangat padat, ada usaha menafsirkan dan menarik-nariknya kearah sekuler. Pancasila telah ditarik ke NASAKOM (nasionalis, agama dan komunis), juga dijadikan senjata memisahkan yang pro dan yang anti pemerintah.kalau kekuatan politik yang berkuasa adalah nasionalisme sekuler, Pancasila juga dijadikan senjata untuk melawan nasionalisme religius. Kalau kebebasan berpendapat dan kepercayaaan yang berkuasa sudah rada kebablasan, Pancasila juga ingin dijadikan garda pluralisme yang sekuler.
Paham ketuhanan begini dikatakan pula oleh yang mendakwakan perestorasi pancasila, sebagai tidak lain dari ideologi sosialisme yang luhur dan kapitalisme yang berhasil. Padahal ideologi sosialisme dan kapitalisme hanyalah ideologi ekonomi atau ideologi materialisme yang bercabang kepada dua cara yang berbeda dalam urusan harta. Keduanya menafikan kepercayaan kepada Tuhan dan agama.
Theisme adalah paham ketuhaan yang diajarkan agama. Theisme adalah paham ketuhanan religius. Tidak ada ajaran apapun yang mengajarkan Tuhannya tidak berpengaruh dalam kehidupan manusia. Keimanan seseorang yang aktif beragama terhadap Tuhan adalah keimanan kepada Dzat Yang Maha Aktif. Tuhan yang dipercayai itu adalah sumber energi, kebenaran dan sumber kepuasan, kecintaan, atau kebahagiaan dalam segenap aktivitas dan perjuangan hidup ini.
Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pancasila, sehingga semua agama memiliki derajat yang sama walaupun agama tersebut agama yang pertama muncul di Indonesia ataupun agama tersebut merupakan agama mayoritas penduduk Indonesia. Semua memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, sistem perekonomian, dan kehidupan sosial di Indonesia. Pancasila juga mewajibkan semua warga Indonesia memeluk salah satu agama yang berkembang di Indonesia tanpa terkecuali. Karena dengan kita beragama, maka diharapkan kehidupan kita akan terarah dan memiliki pedoman hidup. Agama mengajarkan kita tidak hanya untuk mengejar kepentingan duniawi semata tapi juga mengejar kepentingan akhirat (kehidupan setelah kita meninggal dunia). Oleh karena itu sekularisme sangat berbahaya, karena hanya mementingkan kehidupan duniawi semata.




Daftar Pustaka
2.      contoh-makalah-sekularisme-menurut_06.html#.UWyznXf8uZQ
3.      Munawar Budhy  dan Rachman.2010. REORIENTASI PEMBARUAN ISLAM Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia.cetakan 1.jakarta: Democracy Project.

Comments

Popular Posts